Senin, 15 April 2013

Pengantar: Apa dan bagaimana Isi Model KIPAS


Lanjutan:
MENGENALI KONSELING MODEL “KIPAS”
Edisi Rekonstruksi: Senin, 15 April, 2013

Oleh: Andi Mappiare-AT



Isinya apa dan bagaimana?
Isi pokok dari kerangka-kerja konseling model KIPAS adalah prosedur dan sifat konseling. Isi pokok itu terkandung nyata dalam penegasan namanya. Prosedurnya yang juga dikondisikan mengandung sifat “ramah-budaya” sangat mempertimbangkan hasil-hasil studi dan penghayatan terhadap praktik-praktik BK Indonesia. Konseling yang “ramah-budaya”, selain dapat beradaptasi dengan struktur, pranata. dan budaya, mempertimbangkan pula budaya dalam rancangan dan penerapannya. Harapannya adalah dapat membawa “angin segar” dan “kesejukan” bagi konseling pendidikan.
Ibarat kipas-angin dalam pengertian sesungguhnya, dalam fakta alamiah, kipas-angin yang hidup akan membawa suasana nyaman bagi semua orang. Atas dasar fakta alamiah ini, langkah utama dan pertama pelaksanaan KIPAS adalah Kabar-gembira. Ini akan menggantikan “angin” yang terhembus selama ini yaitu kesan “berita buruk”, “angin-panas” yang membikin gelisah siswa ketika mengetahui dirinya harus “dikonselingi”. Kabar-gembira itulah kunci pertama KIPAS yang “ramah-budaya”. Sangat logis, langkah selanjutnya berisi kegiatan pemaduan antardata faktual dengan pemahaman diri pribadi konseli yang mengaharuskan penamaan langkah Integrasi. Integrasi yang mengikuti kabar-gembira ini adalah upaya-upaya pemaduan rangkuman data faktual dengan pemahaman subjektif konseli.[1] Tujuannya adalah agar konseli memiliki makna pribadi atas rangkuman data sebagai “urusan-urusan dirinya”. Gambaran jelas urusan-urusan konseli dan pemilikan makna pribadi sebagai produk dari langkah integrasi mengharuskan adanya kegiatan lanjut berupa Perencanaan tindakan. Fokus pekerjaan konseling harus segera dimasuki dalam bentuk Aktualisasi (rencana). Hampir semua langkah interviu berisi aktualisasi rencana. Salah satu hal penting yang membuat konseling kurang bermakna di sekolah adalah hasilnya yang samar-samar, antara ada dan tiada. Ini harus dikongkretkan dalam bukti tertulis: Sertifikat yang menggembirakan dan membanggakan konseli dan orangtuanya; itu dapat menjadi masukan bagi guru, bukti akuntabilitas kinerja konselor kepada kepala sekolah khususnya.
Intensitas tinggi kinerja konselor merupakan perwujudan dari sifat intensif-progresif konseling model KIPAS. Kinerja dengan intensitas tinggi itu dipersyarati oleh adanya sikap dasar yang dikongkretkan sebagai pemosisian-diri konselor. Konsepsi “pemosisian-diri” di sini lebih mendekati istilah Anthony Giddens[2] daripada istilah Robert R. Carkhuff dan William A. Anthony[3], namun di sini sangat dihargai konsepsi ahli-ahli tersebut terakhir sebagai perwujudan pemosisian-diri konselor berbagai level dalam komunikasi konseling.  Tegasnya, ini tidak sekedar “sikap dasar” yang abstrak melainkan posisi-diri yang diambil secara nyata oleh konselor ketika berhadapan dengan orang-orang lain, terutama konseli. Kabar-gembira akan memungkinkan dilakukan jika konselor mengambil posisi diri sebagai Kawan bagi konseli. Ini adalah sangat sentral untuk memantabkan sifat konseling yang mengutamakan hubungan antarpribadi, akrab, saling mempercayai, dan yang memungkinkan berlangsung pemahaman intersubjektif antara konselor dan konseli; sampai konselor memahami pemahaman konseli yang menyerupai konsepsi dalam riset kualitatif “understanding of understanding”. Dalam konseling, sifat intersubjektif ini dilengkapi dengan kompetensi kognitif konselor dalam posisi diri yang  Inspiratif. Konselor dengan posisi diri yang inspriratif tidak sekedar cerdas dan kreatif melainkan juga menularkan produk kecerdasan dan kreativitasnya ~ termasuk strategi di dalamnya ~ kepada orang-orang lain pada umumnya dan konseli pada khususnya. Label “guru” menjadi lebih “ramah-budaya” ketika konselor kompeten dalam posisi Pamong. Posisi diri yang Altruistis dan Sabar bukanlah hal yang asing. Semua persyaratan pribadi konselor ideal masuk dalam KIPAS ~ Kawan, Inspiratif, Pamong, Altruistis, Sabar.
Interviu konseling yang dapat meniupkan “angin-segar” dan “ramah-budaya” perlu diwarnai “teknik” komunikasi yang lengkap, tentu mempertimbangkan pula tingkat kesiapan-tugas konseli atau “task-readiness” dalam istilah George S. Howard, Don W. Nance, dan Pennie Myers.[4] Apapun itu, dalam keyakinan konseling model KIPAS yang agaknya tidaklah spesifik Indonesia, teknik komunikasi perlu dominan Kata(-kalimat) dukungan. Khusus untuk konseli dalam latar sekolah Indonesia, selama ini terlampau dominan teknik bersifat arahan yang bahkan cenderung didominasi nasihat (direct advice). Dalam latar itu pula, waktu singkat dalam mana KIPAS mampu beradaptasi, mau tidak mau, menuntut pula konselor bersegera mengerahkan  teknik-teknik Interpretasi, Pantulan, dan Arahan. Namun, teknik-teknik komunikasi ini perlu senantiasa dikemas dengan sifat kata dukungan. Konseling selanjutnya dituntut menghasilkan rumusan-rumusan jelas sebagai produk suatu interviu. Ini mengharuskan adanya usaha penarikan Sari pati, sejenis summary. Semua teknik komunikasi sudah terkandung dalam KIPAS ~ Kata(-kalimat) dukungan, Interpretasi, Pantulan, Arahan, Sari pati ~ dengan penekanannya yang khas.
Itu menunjukkan sebagian bahwa unsur-unsur utama model konseling ini membentuk akronim KIPAS. Termasuk pula tema pokok pembahasan dalam konseling, “urusan-inti” konseli dan unsur-unsurnya, serta strategi modifikasinya.  Agar konseling sekolah dapat beradaptasi dengan tuntutan struktur sekolah, pendidikan, dan hajat negara, tema-tema pembahasan konseling terkategori dalam: Karakter, Identitas, Pekerjaan, Akademik, dan Sosial. Namun, setiap unsur tema disusun secara bermakna sesuai dengan makna khas suatu tema. Demikianlah, pembahasan karakter disusun dalam kerangka “PANTeS”, yaitu Pola-pikir utuh Personalitas-Humanitas-Environmentalitas; Aksi-posisional utuh Praktikalitas-Realistisitas-Idealisitas; Norma utuh Individualitas-Kolektivitas-Universalitas; Tenggang-rasa atau toleransi utuh Etnisitas-Nasionalitas-Internasionalitas; dan Sistem-keyakinan/nilai utuh Materialitas-Sosialitas-Religiusitas. Bahasan identitas disingkat “JENiS-PK”, yaitu Jenis kelamin dan gender; Etnisitas atau afiliasi etnis;  Nilai-religius atau agama;  Sosial-ekonomi; dan Pendidikan-pekerjaan/Karier. Bahasan Pekerjaan disingkat “KERJA”, yaitu Kaji kondisi khusus pribadi;  Elaborasi fakta diri;  Ramu-padu peluang-kerja dan pengharapan;  Jajak-cocokkan fakta-diri dengan ciri-tuntutan kerja; dan Antisipasi kepuasan kerja kelak. Bahasan akademik disingkat “AKADS”, terdiri atas Afeksi terkait belajar; Kognisi terkait belajar; Aksi (tindakan) dan akuisisi (acquisition) belajar;  Daya tarik tujuan belajar; dan Strategi belajar. Bahasan sosial dalam konseling disebut “SOSIA” terdiri atas Situasi interaksi atau selektivitas komunikasi formal-nonformal; Output interaksi atau produktivitas;  Saluran dan jaringan komunitas atau keluwesan komunikasi;  Internal vs eksternal, atau nonekspresif-ekspresif; dan Andalan-diri untuk kepentingan diri-sendiri atau tanggungjawab sosial.
Inti urusan siswa dalam setiap tema konseling dinamakan “urusan-inti” sebagai fokus pembahasan interviu konseling. Semua kajian penting untuk memandirkan siswa sudah tercakup di dalam konstruksi KIPAS. Dua unsur utama fokus pembahasan interviu (“urusan-inti”) terdiri atas “aset-terabaikan” (pengganti label “pribadi sakit” atau label “sebab-sebab masalah”) dan “aset-ideal/terbarukan” (pengganti label “pribadi sehat” atau “tujuan konseling”). Bagaimana kedua unsur “urusan-inti” itu dan strategi modifikasinya dapat terlonstruksi menjadi akronim KIPAS sudah diperkenalkan secara garis besar dalam bahasan ontologi dan epistemologi model ini. Bagaimana penjelasan kongkretnya, dapat ditemukan dalam paparan-paparan khusus selanjutnya. Hal penting dalam bagian ini telah ditampilkan secara singkat inti-sari isi konseling model ini.



[1] Frasa cetak tebal “pemaduan antardata faktual” berupa “rangkuman data faktual” mengindikasikan bahwa sebelum masuk langkah pertama konseling (Kabar-gembira) konselor perlu melakukan integrasi data faktual mengenai konseli yang masih merupakan aktivitas bimbingan (guidance) yang lazimnya dilakukan oleh konselor sendiri atau bersama para siswa secara kelompok baik berupa bimbingan kelompok ataupun bimbingan klasikal
[2] Istilah “positioning” yang bertolak pada term “social pisition”  dijelaskan secara lengkap oleh Giddens, A., 1986. The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration (First paperback edition). Berkeley:  University of California Press (h. 83-86).
[3] Mohon bandingkan dengan konsepsi ‘positioning” konselor efektif di dalam Carkhuff, R.R., dan Anthony, W.A., 1984. The Skills of Helping. Amherst, Massachusset: Human Resource Development Press, Inc. (h. 51).
[4] Mohon periksa Howard, dkk., 1986. ‘Adaptive Counseling and Therapy: An integrative, eclectic model’. Dalam The Counseling psychologist, 14, 3: 363-442. Agaknya, karya bersama George S. Howard, Don W. Nance, dan Pennie Myers ini adalah yang pertama kali memublikasikan “Konseling Adaptif” ~ khusus adaptasi ancangan  berkenaan dengan tingkat kesiapan-tugas konseli. Meskipun itu berbeda dari adaptasi yang dimaksud pada model KIPAS, namun penghargaan tinggi saya berikan kepada para penulis ini karena telah memberikan inspirasi pada beberapa karya profesional saya sebelumnya, mulai dari penulisan tesis pada tahun 1992 dengan judul “Analisis Interviu Konseling Awal tentang Pengungkapan-Diri Klien dan Gaya Komunikasi Konselor”.

 
© Andi Mappiare-AT Blogspot Tutorial